Trendingsekali.com MAE SOT, Thailand/NAYPYIDAW, Myanmar – Sebuah permintaan mengejutkan telah muncul dari Tiongkok, menyoroti skala masif operasi penipuan online yang berpusat di wilayah perbatasan Myanmar. Dalam sebuah pertemuan penting yang baru-baru ini diadakan di perbatasan Thailand-Myanmar, Beijing secara gamblang menuntut agar sekitar 30.000 warga negara Tiongkok yang terlibat dalam skema penipuan online di zona perbatasan Myanmar diserahkan kembali ke Tiongkok. Permintaan ini diungkapkan oleh Naing Maung Zaw, juru bicara sekaligus Wakil Kepala Pasukan Pertahanan Perbatasan Negara Bagian Karen (BGF), dalam wawancara eksklusif dengan BBC.
Pertemuan Rahasia di Perbatasan: Aktor Kunci Bersatu
Pertemuan krusial ini menunjukkan tingkat keparahan masalah dan koordinasi lintas negara yang diperlukan untuk menanganinya. Menurut Naing Maung Zaw, delegasi tingkat tinggi dari tiga negara terlibat dalam diskusi intensif tersebut. Pihak Tiongkok diwakili oleh Tim Investigasi Kejahatan yang dipimpin langsung oleh seorang Wakil Menteri dari Kementerian Keamanan Publik Tiongkok, menggarisbawahi prioritas tinggi yang diberikan Tiongkok terhadap isu ini.
Dari sisi Myanmar, delegasi dipimpin oleh Wakil Menteri Urusan Dalam Negeri dari Pemerintah Militer Myanmar, menunjukkan keterlibatan langsung dari junta yang berkuasa. Sementara itu, pejabat dari Administrasi Imigrasi Thailand juga turut hadir, karena Thailand sering menjadi jalur transit dan lokasi pertemuan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam isu perbatasan ini. Pertemuan yang berlokasi di daerah perbatasan ini secara spesifik berfokus pada pemindahan personel dan masalah-masalah terkait lainnya, mengindikasikan bahwa diskusi tersebut berpusat pada mekanisme ekstradisi atau deportasi massal.
BACA JUGA : Kamboja Tangguhkan Impor Bahan Bakar dari Thailand: Pastikan Pasokan Aman, Harga Tetap Terkendali
Epidemi Penipuan Online di Myanmar: Surga Bagi Para Penipu
Permintaan Tiongkok ini bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun terakhir, wilayah perbatasan Myanmar, khususnya di daerah yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah pusat, telah menjadi sarang bagi operasi penipuan online berskala besar. Kelompok-kelompok kriminal, seringkali dijalankan oleh warga negara Tiongkok dengan rekrutan dari berbagai negara Asia Tenggara, mendirikan “pusat panggilan” ilegal yang menargetkan korban di seluruh dunia, terutama di Tiongkok.
Modus operandinya bervariasi, mulai dari penipuan investasi palsu (pig butchering scams), penipuan kencan (romance scams), hingga penipuan judi online dan kripto. Para korban seringkali dibujuk untuk menginvestasikan sejumlah besar uang, yang kemudian lenyap ditelan para penipu. Banyak dari operasi ini berlokasi di zona khusus ekonomi atau wilayah yang dikendalikan oleh kelompok bersenjata etnis atau milisi yang memiliki otonomi semi-independen dari pemerintah pusat Myanmar, seperti di wilayah Karen atau Shan.
Penyebaran praktik ini diperparah oleh konflik internal dan ketidakstabilan politik di Myanmar pasca-kudeta militer 2021, yang menciptakan celah bagi kelompok kriminal untuk beroperasi dengan relatif leluasa. Infrastruktur yang longgar dan korupsi juga menjadi faktor pendukung.
Tiongkok: Korban Terbesar dan Penekan Utama
Tiongkok adalah korban utama dari skema penipuan ini. Ribuan warga negaranya telah kehilangan aset dalam jumlah besar akibat penipuan yang dioperasikan dari Myanmar. Pemerintah Tiongkok telah meningkatkan tekanan diplomatik dan operasional terhadap Myanmar untuk memberantas sindikat ini. Sejak tahun lalu, Beijing telah berulang kali menyerukan tindakan tegas, bahkan melancarkan operasi bersama untuk memberantas basis-basis penipuan dan menyelamatkan warga negara Tiongkok yang ditipu untuk bekerja sebagai budak cyber dalam skema ini.
Permintaan untuk menyerahkan 30.000 individu menunjukkan skala masalah yang sangat besar dan ambisi Tiongkok untuk secara drastis mengurangi ancaman ini. Angka 30.000 bukan hanya jumlah penipu, tetapi juga mungkin termasuk mereka yang direkrut secara paksa atau tertipu untuk bekerja di pusat-pusat penipuan tersebut, yang seringkali menjadi korban perbudakan modern. Laporan menunjukkan bahwa kondisi kerja di fasilitas-fasilitas ini seringkali brutal, dengan ancaman kekerasan, penyiksaan, dan pemerasan jika mereka gagal mencapai kuota penipuan atau mencoba melarikan diri.
Dilema Myanmar dan Implikasi Regional
Bagi Myanmar, permintaan ini menempatkannya dalam posisi yang sulit. Pemerintah militer Myanmar, yang tengah berjuang melawan pemberontakan domestik dan isolasi internasional, sangat membutuhkan dukungan diplomatik dan ekonomi dari Tiongkok. Menolak permintaan Tiongkok akan berisiko merusak hubungan vital ini. Namun, menuruti permintaan tersebut secara penuh juga memiliki tantangan logistik dan politik yang besar, terutama di wilayah-wilayah yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendalinya.
Di satu sisi, kerja sama dengan Tiongkok dalam memberantas penipuan ini dapat membantu Myanmar memperbaiki citranya di mata komunitas internasional dan menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum. Di sisi lain, proses penyerahan puluhan ribu individu adalah operasi yang kompleks, melibatkan identifikasi, penangkapan, dan koordinasi dengan kelompok-kelompok bersenjata di wilayah perbatasan.
Keterlibatan Thailand dalam pertemuan ini juga krusial. Thailand berperan sebagai negara tetangga dan sering menjadi jalur evakuasi atau transit bagi korban maupun pelaku penipuan ini. Kerja sama lintas batas, terutama dalam hal intelijen dan koordinasi operasi, sangat penting untuk membongkar jaringan kriminal ini secara efektif.
Jika permintaan Tiongkok ini terpenuhi, ini akan menjadi salah satu operasi deportasi atau penyerahan lintas batas terbesar dalam beberapa tahun terakhir, dan dapat secara signifikan mengurangi skala operasi penipuan online yang berbasis di Myanmar. Namun, tantangan pelaksanaannya tidak akan mudah, mengingat kompleksitas situasi politik dan keamanan di Myanmar. Ke depan, tekanan Tiongkok terhadap negara-negara tetangga yang menjadi sarang kriminal lintas batas diperkirakan akan terus meningkat, seiring dengan komitmen Beijing untuk melindungi warganya dari kejahatan cyber ini.